Kamis, 08 Mei 2008

Dampingi buah hati mempersiapkan UAN

Setiap bulan April/Mei sebagian orang tua akan senantiasa dihadapi kesibukan khusus yakni bagaimana anak-anaknya dapat mempersiapkan diri menghadapi Ujian Sekolah/ Ujian Nasional. Bila tahapan ujian Sekolah sudah dilalui kemudian disibukan kembali kemana anak akan meneruskan sekolahnya. Sepertinya hal tersebut sudah biasa dan kita sebagai orang tua senatiasa harus siap untuk men-dorong anak-anak menghadapi ujian Se-kolah. Bahkan mung-kin diantara orang tua sudah mempersiap-kan langkah jauh ke depan untuk membe-rikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya hingga jen-jang pendidikan tinggi. Sebagai persiapan menghadapi ujian, di sekolah maupun di luar jam sekolah anak-anak diikutkan bim-bingan belajar mata pelajaran tertentu yang menjadi pelajaran unggulan dengan harapananak dapat masuk dalam nominasi rangking. Apa lagi saat ini Pemerintah telah menentukan nilai standar kelulusan Ujian Nasional 5,2 untuk semua tingkatan Sekolah. Akan menjadi kebanggaan bagi orang tua apa bila anak yang disayangi memperoleh nominasi rangking dengan harapan akan memperoleh kemudahan memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Pertanyaan berikutnya bagaimana dengan yang tidak masuk rangking, apakah memang benar mereka tidak punya kesempatan, atau kesempatan hanya untuk yang masuk rangking saja. Apakah kalau sudah masuk rangking semuanya akan serba mudah?. Sebagian orang tua sejak dini sudah mengarahkan anaknya, “Nak nanti kamu harus menguasai bidang ini nanti kamu akan mudah menggapai cita citamu”. Kamu harus bisa menggapai lebih dari apa yang Papa raih saat ini”. Nasihat dan harapan itu di satu sisi dapat memicu anak untuk belajar keras namun bisa juga sebaliknya. Pernahkah orang tua memberi dorongan kepada anaknya, “Nak kelak bila besar nanti silahkan ananda menjadi pengusaha sukses atau jabatan lain-nya yang terpan-dang, namun yang utama dan sangat penting adalah bila ajal telah memanggil, ananda harus masuk surga ber-sama orang-orang soleh, itulah harapan Papa dan Mama karena Papa dan Mama tidak mungkin menolong ananda masuk surga, karena Papa dan Mamapun akan sibuk dengan pertanggung jawaban amalan masing-masing selama di dunia.” . Dorongan atau sugesti itu mungkin jarang dilakukan atau bahkan tidak pernah sama sekali.
Sejak saat ini mulailah menanamkan makna hidup dan kehidupan kepada anak anak, melalui dunia pendidikan di sekolah maupun di rumah, dengan kata lain orientasi atau cita-cita anak diarahkan menuju “Jalan Yang Lurus”. Ditengah maraknya berbagai pilihan jenis pendidikan yang ada saat ini, ada sisi yang hilang, yakni “Pendidikan Dengan Keteladanan”. Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk moral, spiritual dan sosial. Dalam hal ini keteladanan tidak saja harus melalui dunia sekolah, namun keteladanan orang tua-lah juga sangat menentukan.
Rasulullah saw. memerintahkan kepada para pendidik agar mengajari anak didiknya untuk cinta kepada Nabi mereka, mencintai keluarganya, para sahabat dan cinta untuk membaca Al Qur’an. Seperti diriwiyatkan oleh Atthabrani dari Ali ra., bahwa Rasulullah bersabda : “Didiklah anak anakmu pada tiga perkara : Cinta kepada Nabi kamu, cinta kepada ahli baitnya dan membanca Al Qur’an”. Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda : “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan ketika mereka berusia sepuluh tahun “.
Jika kita dapati anak mengerjakan perbuatan munkar atau berbuat dosa seperti mencuri, mengeluarkan kata kata kotor, hendaklah diperingatkan dan dikatakan kepadanya bahwa itu perbuatan munkar, keji, dan haram hukumnya. Begitu pula sebaliknya jika kita mendapatkan anak mengerjakan kebajikan atau berbuat ma’ruf seperti sedekah atau memberikan pertolongan, hendaklah didukung dan didorong terus untuk mengerjakannya. Dan katakan kepada mereka bahwa perbuatan tersebut baik dan halal, demikianlah ma’ruf dan kebaikan dikenalkan kepadanya agar menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan. Dalam suatu riwayat bahwa Al-Mufadhal bin Zaid, pada suatu ketika melihat seorang anak dari Badawi, Ia kagum terhadap penampilannya kemudian bertanya kepada ibunya anak itu. Sang ibu menjawab, “Ketika genap usia lima tahun, saya serahkan anak itu kepada pendidik hingga ia dapat membaca dan mengahafal Al Qur’an. Ia diajarinya tentang syair hingga dapat meriwayatkannya. Diajarkan pula kepadanya mencintai kebanggaan-kebanggaan kaum dan keluhuran nenek moyangnya. Maka ketika ia sampai dewasa, saya ajari menunggang kuda, kemudian dikenalkan dengan senjata, berjalan diantara rumah-rumah, dan mendengarkan suara teriakan orang yang minta tolong................. Ini merupakan sebagian contoh pengajaran dan pembiasaan kepada anak-anak, dan sangat bermanfaat bagi anak anak dalam upaya membangun keutamaan jiwa, akhlaq dan etika sosial. Diharapkan dengan begitu sang anak akan menjadi manusia yang mulia, berimbang dan lurus. Masihkah kita ingin terus menerus mendorong anak anak melalui jalan yang penuh liku bahkan cenderung kearah yang gelap ?
(A.Rahman)

Tidak ada komentar: