Jumat, 04 April 2008

Ayat-ayat Cinta

Saat Ayat-ayat Cinta (AAC) dimuat secara bersambung di Harian Republika beberapa tahun lalu tanggapan orang-orang biasa saja. Kemudian oleh Republika diterbitkan menjadi sebuah buku novel, mulailah novel karangan Habiburrahman El Shirazy menjadi best seller. Harian Kompas dan toko buku Gramedia mencatat best seller selama beberapa pekan. Novel ini dicetak sebanyak 160.000 eksemplar dan penulis mendapatkan royalti sebesar 1,5 milyar rupiah dari karyanya itu! Kesuksesan penjualan novel Ayat-ayat Cinta membuat Hanung Bramantyo sutradara muda memvisualkan ke layar lebar. Dan kesusksesan berikutnyapun diraih oleh film AAC yang fenomenal ini. Muncul fenomena baru gedung-gedung bioskop dipenuhi oleh penonton berjilbab dan pria berjenggot! Bahkan konon Habibie menyempatkan terbang dari Jerman ke Indonesia khusus untuk menonton film AAC. Sampai minggu ke dua bulan Maret 2008 film ini sudah ditonton oleh dua setengah juta orang berkarcis. Belum terhitung berapa juta lagi yang nonton dari film bajakannya yang laris manis terjual dipinggiran jalan.

“Apasih yang menarik dari film AAC?” pertanyaan kebanyakan orang tentang fenomena AAC. “Ini baru film islami!”, jawab seorang teman. “Ajak istri antum nonton biar ngerti makna poligami, he he”, jawab teman yang lain.

Benarkah film AAC islami? Kalau menceritakan kisah cinta orang Islam, it’s OK, tapi kalau disebut film islami saya rasa belum!. Film yang mengisahkan Fahri bin Abdillah (Fedi Nuril) seorang mahasiswa Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Universitas Al Ahzar Kairo. Fahri seorang pemuda sederhana yang memegang teguh prinsip hidup islami dan kehormatannya. Sosok Fahri yang lurus, cerdas dan simpatik membuat beberapa gadis ‘jatuh hati’. Sebut saja Maria Girgis (Carissa Putri). Gadis Mesir tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi suka Al Quran bahkan hafal Surat Maryam. Dia sangat mengaggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Lalu ada Nurul binti Ja’far Abdur Razaq (Melanie Putria), anak seorang kyai terkenal teman kuliahnya di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang karena mindernya, ia merasa hanya anak penjual tape membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak. Setelah itu ada Noura bin Bahadur (Zaskia Adya Mecca), tetangga yang selalu disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja, tidak lebih. Namun Noura mengharap lebih dari sekedar empati. Dan perasaan cinta tak terbalas ini nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura memfitnah Fahri telah memperkosanya.
Akhirnya muncullah Aisha (Rianti Cartwright). Gadis bercadar bermata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri pun menambatkan hatinya pada muslimah Jerman ini..

AAC islami ketika masih berupa cerita dalam novel. Tapi ketika menjadi film, AAC belum bisa dikatakan film islami!. Dalam novel semua alur cerita hanyalah berupa rangkaian kata yang tidak kongkret secara visual. Pembacalah yang mevisualkan dalam angan masing-masing. Tapi ketika AAC menjadi film, semua penonton dipaksa mengikuti visualisasi cerita sesuai persepsi sutradara. Proses visualisasi membutuhkan pemeran (aktor/aktris) dan disinilah menjadi tidak islaminya sebuah film. Ketika sutradara harus memvisualkan adegan-adegan yang wajar dilakukan bagi muhrim sesuai alur cerita, kelihatannya biasa saja tanpa masalah. Seperti keseharian tokoh Aisha, dalam cerita ia tampak islami karena selalu berjilbab dan bercadar, tapi saat adegan di dalam kamar ia biarkan rambunya terbuka (tanpa peduli pada penonton yang bukan muhrimnya). Kemudian adegan berpeluk-cium malam pertama suami istri Fahri dan Aisha, dalam alur cerita mereka muhrim, tapi sesungguhnya mereka adalah Ferdi Nuril dan Rianti Cartwright yang bukan muhrim!. Memang seperti dikehidupan nyata ajaran Islam belum bisa diterapkan secara kaffah, apalagi pada sebuah film.

Nilai lebihnya: cerita AAC sarat dakwah Islam dan cukup bagus merangkai kisah poligami dari tokoh utama cerita. Poligami yang selama ini selalu ditentang istri, di AAC justru poligami diusulkan oleh istri (Aisha) sebagai sebuah solusi untuk masalah pelik yang dihadapi suaminya (Fahri), tentu saja dengan segala resiko yang dialami Aisha.

Yaah... paling tidak AAC sebagai alternatif dari tema horor yang mendominasi film nasional saat ini. (Djoko SD)

Tidak ada komentar: